RUMAH DUNIA: Dunia Rumahan yang Mendunia


RUMAH DUNIA:
Dunia Rumahan yang Mendunia

          Tak terasa sudah hampir 7 tahun semenjak aku datang pertama kali ke Rumah Dunia. Saat itu aku masih berseragam putih abu-abu, tepatnya tahun 2005. Kami yang masih lugu waktu itu mengundang Mas Gol A Gong, Toto ST Radik, dan beberapa penulis dari Rumah Dunia untuk menjadi pembicara di acara workshop menulis SAMANDA. Kami bertiga, aku, Desty, dan Gita menjadi penyelenggara dalam kegiatan tersebut. Alhamdulillah kegiatan yang kami laksanakan berjalan dengan lancar. Berkat pertemuan yang pertama kali itu, Mas Gol A Gong menyarankan kami untuk bergabung di kelas menulis Rumah Dunia.
          Tentu saja kami tertarik untuk mengikutinya. Gita, salah satu dari kami mendapatkan info tentang pembukaan kelas menulis, kami langsung mendaftar kelas Menulis Angkatan IV. Kami mengikuti kegiatan kelas menulis setiap minggu siang selama tiga bulan. Karena Mas Gong waktu itu sedang roadshow ke luar kota dan sibuk melakukan perjalanan ke luar negeri, jadi kami tidak belajar langsung dari beliau. Mas Gong memberikan amanat ke Kak Ibu Adam Aviciena – yang sekarang presiden ke 3 Rumah Dunia untuk menjadi tutor kami.
          Selama mengikuti kelas menulis, kami diajari banyak hal mengenai kepenulisan. Tulisanku yang pertama kali dimuat adalah surat pembaca di Kabar Banten. Aku masih ingat pesan Kak Ibnu saat itu, “menulislah dengan apa yang ingin kamu tuliskan”. Aku menulis surat pembaca tentang pendidikan. Setelah tulisan yang pertama ini dimuat, aku jadi senang menulis. Menyusul kemudian, puisiku dimuat di Radar Banten dan Kabar Banten. Selanjutnya aku juga menulis artikel yang dimuat di Baraya Post. Lalu dalam dunia akademis, aku lebih banyak menulis penelitian sampai akhirnya mendapat juara dalam lomba penulisaan karya ilmiah tingkat mahasiswa di Provinsi Banten. Ini luar biasa bagiku, karena uangnya bisa dibelikan laptop sebagai penunjang proses penulisan. Pun yang merupakan anugerah adalah ternyata juara dalam LKTM ini  mendapat voucher beasiswa dari Gubernur, yang akhirnya beasiswa ini membuat aku ketagihan untuk mendapatkan beasiswa sampai akhirnya mendapatkan beasiswa unggulan S-2 di Unpad.
          Dari pintu yang kumasuki di Rumah Dunia, di sanalah Mas Gong membukakan banyak jalan. Selain dapat bertemu dengan penulis-penulis hebat yang datang ke Rumah Dunia seperti Goenawan Muhammad, Pipiet Senja, dan lainnya. Rasanya pintu rezeki terbuka bagiku dan teman-teman Rumah Dunia lainnya. Aku juga belajar bersosialisasi dan berorganisasi di Rumah Dunia. Aku diajak Mas Gong bergabung dalam Pengurus Pusat FTBM, rasanya luar biasa bagiku yang notabene hanya aktivis kampus kemudian diajak menjelajahi rimba organisasi skala nasional. Aku begitu terseok-seok menjalani ini, namun Mas Gong selalu memberikan arahan supaya bisa terus belajar berorganisasi.
          Selama kuliah S-1 di Untirta, aku dan teman-teman selalu berusaha datang untuk mengikuti kegiatan diskusi yang diadakan Rumah Dunia. Intensitas ke Rumah Dunia, lebih berasa ketika aku lulus kuliah. Bersama Mas Toto ST Radik, aku belajar tentang puisi. Aku juga melanjutkan pembelajaran dengan Kang Firman – dosen favoritku di Untirta. Kang Firman adalah dosen pembimbingku semenjak belajar menulis karya ilmiah pada semester awal kuliah. Dosen yang merupakan Presiden Rumah Dunia kedua ini banyak memberikan ilmu dan pengetahuan tentang sastra.
          Keberadaanku di Unpad saat ini pun salah satunya karena rekomendasi dari Kang Firman. Benar saja, saat itu aku memang sedang meenyiapkan S-2, namun karena terbnentur biaya, hanya bisa pasrah. Kepasrahan ini diisi dengan berbagai kegiatan dan banyak bekerja dengan apa yang aku bisa (mengajar di berbagai lembaga pendidikan) dengan harapan mendapatkan materi untuk kuliah lagi. Malam itu, di Rumah Dunia ketika sedang mengikuti Liga Pembaca Sastra (LPS), Kang Firman bicara tentang beasiswa unggulan. Dalam hatiku sudah diniatkan untuk mendapatkan beasiswa itu. Ternyata Allah memang sangat baik.
          Walaupun jalannya mesti berliku, dan harus merasakan kuliah S-2 di UPI, namun akhirnya sekarang aku berada di Unpad. Alhamdulillah, mendapatkan beasiswa unggulan yang diharapkan. Ini berkat Rumah Dunia, berkat orang-orang yang selalu memotivasiku untuk bisa tetap meraih mimpi.
          Aku adalah orang rumahan, agak sulit bagiku untuk keluar dari rumah. Rumah Dunia pun sudah kuanggap sebagai rumah kedua, karena keramahan orang-orang yang berada di dalamnya membuatku seolah memiliki keluarga baru. Lalu, aku harus ke Bandung. Banyak kengerian yang membayangi diri ketika harus sendirian di Bandung. Aku tak punya keluarga di sini.
          Dengan segenap keberanian, aku berusaha untuk tetap bertahan. Jika merasa takut untuk keluar atau berjalan sendirian, aku akan pakai kaos BSR dan mengingat kata-kata yang ditorehkan Mas Toto di belakang kaos ini:
ya, akulah si pengembara
terus bergerak ke cakrawala
walau beribu kali tersungkur kenyataan
jiwaku menemukan kebuntuan jalan
ya, akulah si pengembara

          Kata-kata ini mungkin lebih cocok bagi laki-laki, namun bukankah aku sebagai perempuan juga bagian dari kehidupan? Jadi, aku terus berusaha bertahan untuk bisa mencapai harapan. Terima kasih untuk orang-orang hebat di Rumah Dunia yang telah memberikan jalan. Semoga kehidupan kita selalu dalam keberkahan.

Unpad, 17 Oktober 2012


      

Komentar