Diskusi Ilmiah bersama Esmeralda Santiago
Selasa, 02 September 2012 FIB Pasca Unpad mengadakan diskusi ilmiah di
gedung FIB lt. 3. Diskusi ini diawali dengan perkenalan Esmeralda sebagai
penulis Amerika. Esmeralda ditemani seorang gadis cantik yang mulai
memperkenalkannya menggunakan bahasa Inggris. Karena keynote speaker-nya orang barat jadi pembicaraan dalam diskusi ini
akan banyak menggunakan bahasa Inggris. Pada awal presentasi, Esmeralda
menanyakan kepada kami, apakah bisa memahami bahasa Inggris? Sebelumnya ia
pernah menjadi pembicara di hadapan orang Indonesia, ketika ditanya pada
audiens, ternyata jawabannya “not idea” sayang sekali katanya.
Diskusi ini dihadiri oleh mahasiswa S-2, S-3 dan dosen Sastra
Kontemporer, filologi, dan sejarah. Saya merasa sangat senang bisa langsung
bertemu dengan penulis Amerika, ini merupakan kesempatan langka. Jika tidak
kuliah di Unpad dan mendapatkan beasiswa, mungkin saya tak bisa mengalami hal
seperti ini.
Esmeralda menceritakan kehidupan pribadinya yang penuh gejolak. Ia
berasal dari “poor family” yang mesti berjuang untuk mendapatkan mimpinya
dengan ekstra kerja keras. Pada presentasinya, Esmeralda lebih banyak memotivasi
untuk bisa mewujudkan mimpi. Seberapapun keterbatasan hidup kita, ingatlah
bahwa kita punya mimpi dan berhak mewujudkannya. Jika orang lain menertawakan
mimpi kita, maka kita cukup tersenyum dan katakan saja “I don’t think so, I
have a dreams to doing something”. Meski keadaan saya terbatas, tapi saya
selalu berusaha, “I must good every body else”. Tak perlu terlalu menghiraukan
apa kata orang lain, pilihan hidup kita ditentukan oleh kita sendiri.
Esmeralda cukup emosional menceritakan kisah hidupnya, karena harus
mengingat pahitnya perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukannya sampai
menjadi Sastrawan Amerika. Kita harus bertahan pada kaki kita sendiri. Jika
kita menangis, maka menulislah: crying – writing, criying – writing. Meski
sambil merutuki diri, “oh.. what happen to me?” Dengan menangis kemudian
menulis, menangis lagi kemudian menulis lagi, maka tangisan kita akan jadi
tulisan bersejarah, baik bagi hidup kita maupun bagi orang lain. Bahkan, kita
dapat mengemasnya menjadi novel atau tulisan biografi yang mungkin akan
menginspirasi orang lain.
Selain bercerita tentang pengalaman pribadinya, Esmeralda juga
bercerita tentang proses kreatifnya dalam dunia kepenulisan. Esmeralda yang
dulu miskin sampai bisa menyelesaikan studinya di Universitas Harvard dan
menjadi penulis terkenal. Bukan perjuangan yang mudah baginya, namun Harvard
membuka peluang baginya untuk terjun ke dunia kepenulisan dan mendapatkan
banyak jaringan.
Penulis kelahiran Poertoriko,
Amerika Latin ini mesti menghadapi shock
culture ketika orang tuanya pindah ke Amerika. Esmeralda mengalami gagap
budaya karena tak mahir menggunakan bahasa Inggris karena ia menggunakan bahasa
Spanyol di daerah asalnya. Kepindahan ini ia alami karena ibunya harus bekerja
dengan orang lain di Amerika. Sebagai anak tertua yang memiliki 10 saudara, ia
merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu ibunya. Ia berusaha untuk
menerjemahkan bahasa Amerika ke dalam bahasa Spanyol agar dimengerti ibunya.
Meski dalam mandsetnya masih ada pikiran bahwa, “poor people can not
stay every where”, bagi Esmeralda
whatever I go, I have to be same level to get big dream” ia merasa harus lebih
serius untuk menggapainya, karena ia sadar bahwa kemampuannya terbatas dalam
hal finansial.
“Who I am? No body tell to you, this is your problem” beginilah
kehidupan barat yang individualis, tidak akan ada yang memedulikanmu jika bukan
kamu sendiri yang membuat resolusi. “I feel, im not smart. I can do anything.”
Whatever, if you look the mirror, begin to realize” saya berusaha untuk
memproteksi diri, “the negative image is wrong, this is me being me”. I don’t care, I angry, but I have better.
Itulah Esmeralda Exspress and eksperience. Selanjutnya adalah sesi tanya
jawab. Beberapa audiens mengajukan respons dan pertanyaan. Pertanyaan pertama
diajukan oleh salah satu dosen Unpad, ia menanyakan bagaimana proses kreatif
menulis dalam menggunakan bahasa Inggris. Esmeralda menjawab dengan lugas,
bahwa ia adalah female writer. Because I’m a woman, I have very interesting
things in my live. I can write my journey. Walaupun ia sadar bahwa sebenarnya
menerjemahkan bahasa Inggris ke dalam bahasa Spanyol itu membuatnya pusing,
namun inilah proses yang mesti dijalani. Menurut Esmeralda, jika ingin menulis
sebuah novel maupun biografi, sebaiknya jangan menggunakan second language,
melainkan gunakanlah bahasa pertama yang paling dipahami.
Pertanyaan selanjutnya mengenai inspirasi Esmeralda dalam menulis.
Esmeralda menjelaskan bahwa, “I try to remember a song hear, some one I meet,
overall in the world” Esmeralda juga menjelaskan dalam proses kreatifnya
membuat novel, menurutnya menulis itu mudah, terutama menulis novel. Jika kita
sudah mendapatkan gambaran karakter tokohnya, maka kita cukup menuangkan ide
kita dalam tokoh dan elemen fiksi yang melingkupi penceritaan novel tersebut.
Saya kira, mudah untuk membuat novel dengan beratus-ratus halaman, katanya.
So, begin to write. You must read
many book and writing every day, every time and any where.
Pada sesi tanya jawab ini, ada juga audiens yang bertanya tentang
keahlian Esmeralda dalam membuat film. Dengan basic study Esmeralda di Harvard,
ia dapat menjadi seorang produser, writer, and actor dalam film garapannya. Ia
cukup berbekal Nikon Camera untuk mengambil angle menarik sebagai inspirasi
filmnya. Kecanggihan teknologi seperti sekarang ini dapat memudahkan segala
pekerjaannya. Yang paling menarik baginya adalah ketika salah satu filmnya
masuk dalam cinema holiwood, ini merupakan moment penting dalam hidupnya.
Selain bekerja, ia juga mendapat salary yang lebih besar dari biasanya.
Sebagian besar pertanyaan diajukan menggunakan bahasa Inggris, namun
Prof. Cece bertanya menggunakan bahasa Indoseia. Profesor dari sastra sunda ini
menanyakan tentang minat baca masyarakat Indonesia yang masih rendah dibawah
Vietnam, akan sulit melahirkan penulis besar, apabila kegiatan membacanya saja
merupakan hal yang langka. Lalu Esmeralda menjawabnya dengan cerdas bahwa untuk
mahir menulis harus berbekal banyak bacaan. Kita dapat menuangkan ide kita di blog
dengan bentuk tulisan ringan, di fb notes, atau jika sudah merasa yakin maka
perlu dipublikasikan di media. Tulislah apa yang menjadi minat dan mulailah
dengan menulis diary.
Demikianlah, diskusi ilmiah bersama Esmeralda, toh penulis besar tak
lahir dari orang besar, melainkan dibentuk dari mimpi yang besar. Jadi mulailah
dari sekarang untuk bermimpi besar dan mewujudkan mimpi itu dengan niat dan
tekad yang besar.
Selamat berkarya,
Nita Nurhayati
Cimahi (Ceryl home) 03 September 2012
Komentar
Posting Komentar