Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia salah satunya ditulis oleh Ajip
Rosidi pada tahun 1968. Dalam beberapa bagian kita dapat menemukan sub judul
tentang para pengarang wanita. Uraian tentang para pengarang wanita ini dimulai
pada periode 1933 – 1942, saat lahirnya majalah Poedjangga Baroe.
Para Pengarang Wanita Period
Poedjangga Baru (1933 - 1942)
Pada periode ini, Rosidi menyebutkan bahwa para pengarang
wanita Indonesia jumlahnya tidak banyak, apalagi pada masa sebelum perang. Yang
paling terkenal dan paling penting ialah Selasih atau Seleguri, keduanya nama
samaran Sariamin (lahir di Talu, Sumatera Barat, tahun 1909) yang menulis dua
buah roman dan sajak-sajak. Kedua buah roman itu ialah Kalau Tak Untung (1933) dan Pengaruh
Keadaan (1937). Kehidupan yang penuh penderitaan dan kemeralatan agaknya
menjadi minat pengarang wanita ini. Sajak-sajaknya banyak dimuat dalam majalah
Poedjangga Baroe dan Pandji Pustaka.
Pengarang wanita lain yang juga
mengarang roman ialah Hamidah yang konon merupakan nama samara Fatimah H.
Delais (1914 - 1953) yang pernah namanya tercantum sebagai pembantu majalah
Poedjangga Baroe dari Palembang. Roman yang ditulisnya hanya sebuah, berjudul Kehilangan Mestika (1935). Selain itu,
adapula Adlin Affandi dan Sa’adah Alim (1898 - 1968) masing-masing menulis
sebuah sandiwara, masing-masing berjudul Gadis
Modern (1941) dan Pembalasannya (1941). Sa’adah Alim di
samping itu menulis pula sejumlah cerpen yang kemudian dibukukan dengan judul Taman Penghibur Hati (1941). Ia pun
menerjemahkan Angin Timur Angin Barat buah
tangan pengarang wanita berkebangsaan Amerika yang pernah mendapatkan Nobel
1938, ialah Pearl S. Buck (lahir 1892). Di samping itu, ia pun banyak lagi
menerjemahkan buku-buku lain.
Pada saat-saat menjelang Jepang
datang, muncul pula Maria Amin (dilahirkan di Bengkulu tahun 1920) yang menulis
sajak-sajak dalam majalah Poedjangga Baroe, tetapi peranannya lebih berarti
pada masa Jepang ketika ia menulis dan mengumumkan beberapa prosa lirik yang
simbolistis.
Period 1945 – 1953
Seperti juga pada masa sebelum
perang, para pengarang wanita tidak banyak jumlahnya. Sekitar tahun lima
puluhan kita hanya mengenal Ida Nasution, Waluyati (Supangat), S. Rukiah
(Kertapati), St. Nuraini (Sani), dan Suwarsih Djojopuspito. Walujati dan St. Nuraini
terutama dikenal sebagai penyair, meskipun sebenarnya mereka pun ada juga
menulis prosa, baik cerpen, esai, maupun novella. Suwarsih Djojopuspito hanya
menulis cerpen. Hanya S. Rukiah yang dikenal baik sebagai penyair maupun
penulis prosa.
Adapun Ida Nasution ialah seorang
pengarang esai yang berbakat. Ida menulis beberapa buah esai yang dimuat dalam
majalah-majalah. Tetapi ia kemudian menjadi korban revolusi. Ia hilang ketika
dalam perjalanan Jakarta – Bogor (1948). Kemudian Walujati (lahir di Sukabumi
tanggal 5 Desember 1924) mulai menulis sajak pada masa-masa pertama revolusi.
Sajaknya ‘Berpisah’ mendapat pujian dari Chairil Anwar sebagai sajak romantic
yang menjadi. Sejak itu ia banyak menulis sajak. Lalu tahun 1950 Walujati
mengumumkan sebuha roman berjudul Pujani.
Konon masih ada lagi roman yang ditulisnya, tetapi belum juga kunjung terbit.
Pengarang wanita lainnya yaitu St.
Nuraini (lahir di Padang tanggal 6 Juli 1930) menulis sajak, cerpen, esai, dan
terutama menerjemahkan hasil sastra asing. Ia beberapa lamanya bekerja
sekretaris redaksi Gelanggang/Siasat
bersama antara lain Asrul Sani yang kemudian untuk beberapa lamanya pernah
menjadi suaminya. Dalam sajak-sajaknya terasa sekali kewanitaannya. Salah sebuh
sajaknya halus dan lembut sekali melukiska perasaannya sebagai ibu yang
meratapi anaknya yang keguguran.
Adapun S. Rukiah (lahir di
Purwakarta tanggal 25 April 1927) juga menulis sajak. Bahkan sajak-sajaknya
yang dimuat dalam bukunya Tandus (1952)
mendapat hadiah sastra nasional BMKN tahun 1952 untuk puisi. Tetapi sebenarnya
ia lebih berhasil sebagai pengarang prosa. Kecuali cerpen-cerpen yang juga
dimuatkan dalam Tandus, ia menulis
roman yang berjudul Kejatuhan dan Hati
(1950).
Sebagai pengarang prosa yang tak
pernah ketahuan menulis sajak ialah Suwarsih Djojopuspito (lahir di Bogor
tanggal 20 April 1912). Pada masa sebelum perang, menjelang Jepang datang
(tahun 1941), ia menerbitkan roman yang ditulisnya dalam bahasa Belanda,
berjudul Buiten Het Gareel (Di luar Garis). Dalam roman ini dilukiskannya
kaum pergerakan nasional Indonesia, terutama di lingkungan perguruan swasta
(Taman Siswa) pada masa tahun tiga puluhan. Sebelum menulis roman dalam bahasa
Belanda itu, ia telah pula lebih dahulu menulis roman dalam bahasa sunda. Roman
ini ditolak oleh Balai Pustaka dan hal itulah yang menyebabkan ia merasa lebih
baik menulis dalam bahasa Belanda. Kemudian pada tahun 1959 terbitlah roman
yang ditulisnya dalam bahasa Sunda tahun 1937, berjudul Marjanah. Baru pada masa sehabis revolusi Suwarsih yang menurut
usianya lebih dekat kepada lingkungan para pengarang pujangga baru itu menulis
dalam bahasa Indonesia. Buku kumpulan cerpennya yang pertama berjudul Tujuh Cerita Pendek (1951), barangkali
lebih tepat digolongkan kepada bacaan anak-anak. Tetapi kumpulan cerpennya yang
kedua berjudul Empat Serangkai (1954)
membuktikan bakat dan kemampuannya. Kumpulan cerpen ini merupakan salah sebuah
karangan terpenting yang ditulis oleh pengarang wanita ini. Sesudah itu, ia
masih menulis cerpen yang belum dibukukan, kebanyakan dimuat dalam majalah
kebudayaan Konfrontasi.
Period 1953 – 1961
Pengarang wanita yang termasuk dalam
periode ini yaitu Nh. Dini. Nama lengkapnya adalah Nurhajati Suhardini (lahir
di Semarang tanggal 29 Pembruari 1936), mulai menulis cerpen-cerpen yang dimuat
dalam majalah Kisah dan lain-lain.
Pada cerpen-cerpen itu tidak ada lagi protes-protes yang berkisar pada
soal-soal kewanitaan yang dunianya terjepit di tengah dunia laki-laki. Tokoh
wanita Dini ialah manusia-manusia yang kalaupun berontak ialah berontak karena
hendak memperjuangkan harga dirinya sebagai manusia. Kumpulan cerpen Dini
berjudul Dua Dunia (1956). Dalam
cerpen-cerpen itu Dini menunjukkan perhatiannya yang besar terhadap
kepincangan-kepincangan sosial yang terjadi di sekelilingnya. Misalnya dalam
cerpen Kelahiran dan Perempuan Warung.
Setelah
terbit kumpulan cerpen ini, Dini menerbitkan roman pendek berjudul Hati yang Damai (1961). Dini juga pernah
tinggal di Jepang (mengikuti suaminya, diplomat Perancis) dan antara lain
menulis sebuah roman yang berjudul Namaku
Hiroko. Beberapa fragmen dari roman yang diselesaikannya telah pula
diumumkan dalam majalah-majalah Sastra dan
Horison, di antaranya berjudul Pada Sebuah Kapal. Naskah roman lain
yang juga sudah diselesaikannya berjudul La
Barka.
Dalam
periode ini, selain Nh Dini ada juga pengarang wanita lainnya, yaitu
Surtiningsih, Dyantinah B. Supeno, dan Hartini yang cerpennya dimuat di
majalah. Namun, Rosidi menyebutkan bahwa belum ada data-data yang disebutkan
kecuali namanya saja.
Period 1961 – sampai sekarang
Jumlah pengarang wanita hingga
periode ini belum juga banyak. Namun, apabila kita melihat dari waktu ke waktu,
jumlahnya semakin bertambah. Dalam periode ini, muncul nama-nama baru seperti
Titie Said, S. Tjahjaningsih, Titis Basino, Sugiarti Siswandi, Ernisiswati
Hutomo, dan Enny Sumargo sebagai pengarang prosa. Sedangkan sebagai penyair
yaitu Isma Sawitri, Dwiarti Mardjono, Susy Aminah Aziz, Bipsy Soenharjo, Toeti
Heraty Noerhadi, dan Rita Oetoro.
Titi Said adalah seorang pengarang
wanita yang banyak menulis cerpen. Ia dilahirkan di Bojonegoro tanggal 11 Juli
1935. Beberapa lamanya Titie Said menjadi anggota redaksi majalah Wanita. Cerpen-cerpennya kemudian
dikumpulkan dalam sebuah buku yang berjudul Perjuangan
dan Hati Perempuan (1962). Sebagian besar dari cerpen-cerpen yang dimuat
dalam buku itu mengisahkan perjuangan dan perasaan hati perempuan. Selain Titi
Said, pengarang wanita dan karyanya yang bisa disebutkan dalam periode ini antara
lain:
-
S.
Tjahjaningsih muncul dengan sebuah kumpulan cerpennya Dua Kerinduan (1963).
-
Sugiarti
Siswandi yang banyak menulis cerpen yang dimuat dalam lembaran-lembaran
penerbitan Lekra kumpulan cerpennya Sorga di Bumi terbit tahun 1960.
-
Ernisiswati
Hutomo banyak menulis cerpen yang dimuat dalam majalah Sastra. Tetapi belum ada yang dibukukan. Demikian juga dengan Titis
Basino yang menulis produktif menulis cerpen.
-
Enny
Sumargo (lahir di Blitar tanggal 21 November 1943) terutama banyak menngumumkan
cerpennya di daerah (Yogyakarta dan Semarang). Kini ia telah menerbitkan sebuah
roman berjudul Sekeping Hati Perempuan (1969).
-
Susi
Aminah Aziz (lahir di Jatinegara tahun 1939) yang telah menerbitkan kumpulan
sajaknya berjudul Seraut Wajahku
(1961).
-
Dwiarti
Marjono menulis sajak yang dimuat di majalah Sastra.
-
Isma
Safitri (lahir di Langsa, Aceh tanggal 21 November 1940) menulis banyak sajak
yang dimuat di majalah Sastra, Indonesia, dan majalah-majalh lain pada
awal tahun enam puluhan. Kumpulan kwatrinnya yang diberi judul Kwatrin terdiri dari lebih seratus buah
yang sedang menunggu diterbitkan.
-
Toeti
Heraty Noerhadi yang kalau menulis mempergunakan nama Toeti Heraty (lahir di
Bandung tahun 1934), baru mulai mengumumkan sajak-sajaknya pada tahun 1967
dalam Horison.
Demikianlah uraian tentang pengarang
wanita dalam Ikhtisar Sejarah Sastra
Indonesia yang ditulis Ajip Rosidi. Dari uraian di atas, kita dapat melihat
perkembangan pengarang wanita dari setiap periode. Pengarang wanita mulai
muncul pada periode 1933 -1942 dengan beberapa pengarang antara lain: Selasih
dengan dua romannya yaitu Kalau Tak Untung
dan Pengaruh Keadaan. Fatimah
Delais dengan romannya berjudul Kehilangan
Mestika. Adapula yang menulis sandiwara yaitu Adlin Affandi dan Sa’adah
Alim, masing-masing dengan judul Gadis
Modern dan Pembalasannya. Dalam
dunia cerpen yaitu Sa’adah Alim yang menulis kumpulan cerpen Taman Penghibur Hati. Ia juga
menerjemahkan Angin Timur Angin Barat (karya
Pearl S. Buck, pemenang nobel 1938). Kemudian yang menulis sajak dalam majalah
Poedjangga Baru yaitu Maria Amin. Dari sini kita dapat melihat bahwa hanya satu
atau dua orang pengarang wanita yang bisa disebutkan dari setiap genre karya
sastra.
Pada periode berikutnya, 1945-1953
seperti juga pada masa sebelum perang, para pengarang wanita tidak banyak
jumlahnya. Waluyati dan St. Nuraini dikenal sebagai penyair, namun Walujati
juga menulis roman berjudul Pujani. Kemudian
S. Rukiah menulis sajak dan mendapat hadiah sastra BMKN dengan kumpulan bukunya
Tandus. Ia juga menulis roman
berjudul Kejatuhan dan Hati. Pengarang
wanita yang menulis roman dalam bahasa Belanda yaitu Suwarsih Djojopuspito
berjudul Buiten Het Gareel (Di luar Garis). Buku kumpulan cerpennya
yang pertama berjudul Tujuh Cerita Pendek
(1951), dan Empat Serangkai (1954).
Yang membedakan periode ini dengan sebelumnya yaitu tidak ada lagi pengarang
wanita yang menerjemahkan karya asing peraih nobel sastra, namun ada pengarang
wanita yaitu Suwarsih Djojopuspito yang menulis roman dalam bahasa Belanda.
Adapula yang menulis esai yaitu Ida Nasution. Seperti periode sebelumnya, tema
tentang kehidupan yang penuh penderitaan dan kemeralatan masih banyak diminati
oleh para pengarang wanita.
Selanjutnya periode 1953 – 1961,
Rosidi lebih banyak menulis tentang Nh Dini dan karyanya. Seperti cerpen-cerpen
Dini dalam kumpulan buku Dua Dunia dan
roman berjudul Hati yang Damai,
Namaku Hiroko, Pada Sebuah Kapal, dan La Barka. Para pengarang wanita
lainnya hanya disebutkan nama tanpa penjelasan tentang harya yang dibuatnya.
Kemudian pada period 1961 – sekarang, meskipun Rosidi mengatakan jumlah
pengarang wanita belum juga banyak, namun nama-nama dan karya yang disebutkan
sudah lebih variatif dibandingkan periode sebelumnya. Seperti Titie Said yang
banyak menulis cerpen, dengan kumpulan bukunya berjudul Perjuangan dan Hati Perempuan. S. Tjahjaningsih muncul dengan sebuah kumpulan cerpennya Dua Kerinduan. Sugiarti Siswandi dengan kumpulan
cerpennya Sorga di Bumi. Ernisiswati
Hutomo dan Titis Basino yang juga menulis cerpen. Enny Sumargo dengan roman
berjudul Sekeping Hati Perempuan. Susi
Aminah Aziz dengan kumpulan sajaknya Seraut
Wajahku (1961). Dwiarti Marjono dan Isma Safitri, dan Toeti Herati juga
menulis sajak.
Selain Ajip Rosidi, Hb. Jassin juga
memiliki perhatian penuh terhadap perkembangan sastra Indonesia. Beberapa pengarang
wanita yang telah diungkapkan oleh Rosidi juga mendapat perhatian dari Jassin,
antara lain S. Rukiah: Jiwa Tak Selesai;
Walujati Seorang Penyair Wanita; Dua Dunia, Tujuh Cerita Pendek Nh Dini;
Perjuangan dan Hati Perempuan Titi Said. Jika Rosidi menginventarisasi
pengarang wanita dalam setiap periode, maka Jassin lebih cermat mengkritik
karya pengarang wanita yang telah disebutkan tadi dalam buku Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik
dan Esei. Namun, pembahasan tentang karya pengarang wanita oleh Hb. Jassin
ini perlu ruang lain untuk diulas lebih dalam. Demikianlah para pengarang
wanita dan karyanya dalam Iktisar Sejarah
Sastra Indonesia yang ditulis Ajip Rosidi. Tidak begitu banyak nama, namun
karya beberapa pengarang wanita ini masih bisa dibaca hingga sekarang, seperti
roman Nh. Dini dan sajak Toeti Herati. Para pengarang wanita inilah yang
menjadi tonggak kelahiran sastra yang ditulis oleh wanita Indonesia dengan
berbagai masalah wanita yang melingkupinya.
*** Disarikan dari buku Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia yang
ditulis Ajip Rosidi tahun 1991 (cetakan kelima) dan diterbitkan oleh Binacipta.
Jassin, H.B. 1985. Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei II, III, dan IV. Jakarta:
Gramedia.
wah, makasih banyak, mbak. tulisannya sangat membantu saya sebagai mahasiswa sastra indonesia
BalasHapusSami2'. Alhamduah klo bermanfaat. Semangat terus berkarya yaaa..
BalasHapus