Temple Grandin




Temple Grandin:
Autis yang Profesor

                Sebuah film tentang seorang autis yang berhasil menjadi profesor. Temple Grandin adalah tokoh utama yang dijadikan judul dalam film ini. Kehidupan berat sebagia seorang autis dirasakan Grandin semenjak divonis autis oleh dokter ketika umur 4 tahun. Kehidupannya setelah ini berubah, seperti autis pada umumnya memiliki dunia yang berbeda. Ya berbeda, tapi tidak kurang. Orang-orang menganggap Grandin aneh bahkan lebih banyak menertawakannya. Ketika ia sekolah, Grandin kesulitan untuk bersosialisasi. Beruntungnya Grandin memiliki ibu yang sangat menyayangi dan berusaha untuk mengerti dirinya.
                Kesulitan bersosialisasi membuat Grandin kurang diterima oleh lingkungannya. Grandin hanya menyukai Jeli dan Yogurt untuk dimakannya. Grandin disekolahkan di sekolah asrama, ternyata ini membuat Grandin semakin terekan, sampai akhirnya ia ditipikan pada bibi yang memiliki peternakan. Dari sini Grandin merasa memiliki hidupnya. Sapi adalah sesosok hewan yang dianggapnya seperti manusia. Betapa Grandin begitu menyayangi binatang, seperti kuda yang ditemuinya sebelum mati dan gelar sarjana, master, serta bachelornya ia dapat karena penelitiannya tentang alat untuk memandikan sapi.
                Banyak gejolak dan penolakan terhadap hidup Grandin, sebagai seorang Autis, ia memiliki sebuah alat – terinspirasi oleh alat yang ada di peternakan sapi bibinya. Dengan alat ini ia mendapatkan kenyamanan seperti dipeluk. Orang-orang menganggapnya aneh, bahkan pihak sekolah berusaha untuk menyingkirkan alat itu. Dalam aktivitas harian, Grandin seolah marah pada keadaan. Banyak ketakutan dan kengerian yang ia rasakan. Seperti kecaman yang membuat psikologisnya jadi terganggu. Ia sungguh menolak dipeluk oleh siapapun bahkan ibunya, namun setelah berganti-ganti teman sekamar, Grandin bertemu dengan teman yang ternyata buta.
                Teman perempuan yang buta ini menjadi teman terbaik Grandin. Setelah keluar dari asrama, Ibu Grandin mencarikan sekolah baru. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang Scientis yang sangat mengerti Grandin, melalui didikan ilmuan inilah Grandin menjadi seorang yang ahli dalam merancang alat untuk kepentingan peternakan. Rancangan alatnya sempat ditolak karena membutuhkan biaya mahal. Namun, efisiensi bisnis ternyata juga berpihak padanya. Mengetahui kelebihan Grandin yang dapat memahami segala hal dengan cara memotret. Daya visualnya lebih tajam dari sekadar melihat huruf. Grandin dapat melihat detail objek tanpa membacanya. Bahkan ketika ia ditugaskan oleh guru untuk membaca, Grandin hanya melihat gambarnya dan ia dapat mengungkap seluruh isi bacaan itu. Inilah kedahsyatan seseorang yang jenius. Melihat sesuatu dengan perspektif lain.
                Grandin kesulitan untuk bisa bersosialisasi, sehingga menulis membuatnya bisa menuangkan ide. Orang Autis cenderung melihat tanpa focus dengan lawan bicaranya dan lebih sering bicara cepat tanpa jeda. Dengan dukungan doktor, Grandin dapat menyelesaikan penelitiannya, sampai akhirnya ia diakui dalam dunia scientis.


Unpad, 13 November 2012
sekadar ulasan.,)

Komentar

Posting Komentar