Rumah Kita: Rumah Dunia, Ayo Kita Jaga!
Oleh: Nita Nurhayati
Setiap manusia
pasti membutuhkan sebuah rumah, rumah untuk tempat berteduh dan berlindung dari
panas dan hujan. Setelah lulus kuliah, aku menemukan Rumah Dunia sebagai Rumahku
yang kedua setelah rumah orang tuaku jadi yang pertama menghabiskan usia. Rumah
Dunia tidak lagi bisa kuanggap sebagai tempat persinggahan belaka. Karena
seperti halnya sebuah rumah, Rumah Dunia dapat melindungiku dari sengatan panas
dan dinginnya kehidupan yang menyiksaku perlahan-lahan tapi pasti.
Aku bisa
berlindung di Rumah Dunia, dengan susana yang teduh, kekeluargaan dan
orang-orang yang super perhatian. Mungkin ini juga yang dirasakan oleh relawan
Rumah Dunia lainnya sehingga selalu betah berada di sana. Apapun pekerjaannya,
banyak orang silih berganti datang ke Rumah Dunia. Seperti Taman Bacaan
Masyarakat lainnya, Rumah Dunia menawarkan berbagai macam suguhan intelektual
baik berupa diskusi, training menulis dan kegiatan literasi lainnya. Setiap
hari minggu aku standby di Rumah
Dunia, One day in Rumah Dunia. Hal
ini bukan hanya karena ada seseorang yang spesial di Rumah Dunia, tapi bagiku
orang-orang Rumah Dunia adalah orang-orang yang spesial. Orang-orang yang
menjadikan dirinya istimewa. Mengenal mereka adalah sebuah kesempatan luar
biasa.
Meskipun
aku tidak pernah secara langsung diajari Mas Gong untuk menulis, karena
ketika pertama kali datang ke Rumah Dunia untuk mengikuti Kelas Menulis angkatan
4, aku dibimbing oleh Kak Ibnu Adam Aviciena (Presiden Rumah Dunia) yang saat
ini telah menikah dengan sahabatku, Desty Eka Putri Sari. Ahaa... Rumah Dunia
memang sudah berkali-kali berhasil menjadi biro jodoh. Hal ini karena begitu
akrabnya komunikasi antar relawan di Rumah Dunia. Aku tidak merasakan jurang
pemisah antar siapapun di Rumah Dunia. Sekalipun Mas Gong sebagai Founding Father RD, sesekali tidak hanya bisa menjadi orang tua melainkan
menjadi rekanan dalam bekerja. Aku bahagia sekali diajak bergabung dengan Mas
Gong (yang saat ini sedang menjabat sebagai Ketua PPFTBM) untuk menjadi
sekretarisnya, tentu bagiku adalah kesempatan luar biasa untuk mengembangkan
diri di organisasi nasional. Setelah aku pensiun dari Hima Diksatrasia Untirta,
akhirnya memang lagi-lagi Rumah Dunia yang membuka jalanku lebar-lebar untuk
tetap berorganisasi dan bersosialisasi antar sesama.
Begitupun
soal studiku, hal yang membuatku syok
dan sulit untuk bangkit adalah ketika aku harus putus sekolah. Aku harus
memendam harapanku untuk kuliah lagi karena keterbatasan biaya dan hal lainnya,
Rumah Dunialah yang menerimaku sebagai mahasiswanya secara gratis, bahkan aku
seringkali mendapatkan reward dari
Rumah Dunia. Sungguh luar biasa, bisa bergabung di Rumah Dunia adalah sebuah
keberuntungan bagiku. Aku bisa melanjutkan berguru kepada Pak Firman Venayaksa
(Presiden kedua Rumah Dunia yang juga dosenku di Untirta) dalam kegiatan LPS –
Liga Pembaca Sastra. Aku masih bisa belajar sastra dengannya, bahkan kali ini
lebih intens, karena kita bebas mengungkapkan pikiran, dan mempertanyakan
hal-hal yang carut-marut dalam benak kita. Yah, Rumah Dunia memang bisa menjadi
kampus kehidupan bagi siapa saja yang merasa terseok-seok untuk bisa kuliah di
kampus sebenarnya. Mungkin hal ini tidak hanya aku yang merasakan, melainkan teman-teman
relawan juga merasakan hal yang sama.
Setiap
datang ke Rumah Dunia, aku selalu merasa malu apabila tidak menyempatkan diri
untuk membaca dan menulis. Para guruku yang tanpa tanda jasa itu pasti akan
mempertanyakan hasil karyaku. Ah, benar saja. Setiap minggu paling tidak aku
harus membaca dan menulis. Ternyata, inilah sebenarnya yang aku suka. Aku
seperti menemukan duniaku kembali, membaca dan menulis yang awalnya terpaksa hingga
akhirnya jadi kebutuhan bagiku. Setiap minggu siang, jika tidak ada halangan
aku dan teman-teman relawan belajar puisi bersama Mas Toto St Radik. Belajar
bersama Mas Toto awalnya membuatku segan karena sifatnya yang pendiam. Aku
berkali-kali bertemu Mas Toto di Rumah Dunia, tetapi tak pernah banyak kata
yang bisa kuucapkan. Akhirnya dalam pencarianku untuk mendapatkan guru puisi
yang baru sepeninggal Moh. Wan Anwar, aku menemukan Mas Toto St Radik sebagai
guru yang pantas aku follow. Jadi,
setiap minggu aku belajar puisi dengan segala keterbatasanku. Terlalu naif bila
aku mengharapkan menjadi penyair, tetapi semangat Mas Toto dan kecerdasannya
ketika mejawab pertanyaan-pertanyaanku yang konyol selalu membukakan mataku
jika ada kemauan pasti ada jalan. Intinya kata Mas Toto, menulis pusi itu butuh
pengetahuan dan pengalaman. Karena itu di Rumah Dunia aku berusaha untuk memenuhi
pengetahuan dan pengalamanku yang terbatas.
Bukan
hanya soal pembelajaran sastra, menulis, film, seni, dan kegiatan berbasis
literasi lainnya, namun kehidupan orang-orang hebat yang kukenal di Rumah Dunia
sungguh dapat menjadi inspiring life for me.
Aku kagum pada Mbak Tias Tatanka -- seorang Ibu Rumah Tangga yang baik dan
produktif menulis. Aku suka attitude dan
gaya bicaranya yang lembut, membuatku merasa memiliki seseorang yang patut aku
teladani sebagai perempuan. Begitu juga Teh Pramita Gayatri dan
perempuan-perempuan lain yang pernah bersinggungan langsung maupun tidak
langsung denganku di Rumah Dunia.
Jika
Prof. Dr. H. Yoyo Mulyana, M.Ed. sebagai penasihat Rumah Dunia selalu
mengingatkan kita tentang pentingnya karakter, maka dari Rumah Dunialah kita
dapat belajar character building.
Karakter yang menjadi fondasi kita untuk mantap menatap kehidupan. Dengan
demikian, bagiku Rumah Dunia tidak hanya menjadi rumahku tetapi rumah kita yang
harus kita jaga bersama. Karena itu, mari kita dukung berbagai kegiatan yang
positif di Rumah Dunia, termasuk harapan Rumah Dunia untuk mengembangkan lahan sebagai
wadah kreativitas dengan cara pembebasan tanah yang kelak akan dibangun
gedung kesenian, perpustakaan, taman bermain dan MCK umum yang diperuntukan
bagi masyarakat luas. Semoga dengan tulisan ini dapat membuka mata banyak
kalangan bahwa betapa pentingnya Rumah Dunia: bagiku, bagi mereka, dan bagi
kita semua. Silakan ulurkan tangan anda, jangan ragu-ragu karena kami akan
menerimanya dengan lapang dada for
reading for art...
Salam cinta dari Rumah Dunia
Komentar
Posting Komentar