Pembelajaran
Sastra Berbasis Multimedia
Oleh:
Nita Nurhayati
Belajar sastra
sebenarnya tidak semata membaca teks. Banyaknya karya sastra yang diterbitkan
seharusnya memudahkan siswa untuk mengapresiasi karya sastra. Cakupan
pembelajaran sastra meliputi beberapa karya antara lain: puisi, cerpen, novel,
dan drama. Ketersediaan karya-karya tersebut dapat dilihat di perpustakaan
berbagai macam sekolah. Karya-karya puisi Chairil Anwar dari dulu hingga
sekarang selalu dipelajari di sekolah khususnya di SMP. Padahal jika kita
banyak membaca antologi puisi, sebenarnya penyair Indonesia tidak hanya Chairil
Anwar tetapi ada Taufiq Ismail, Sutardji Calzoem Bahri yang saat ini masih
hidup, lalu Rendra yang meninggal beberapa tahun lalu, ada pula penyair Banten,
Toto ST Radik yang karya-karyanya sudah tersebar di media massa nasional.
Persoalan ini hadir karena minimnya tingkat keterbacaan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia
di sekolah.
Tugas
mengajar bagi guru Bahasa dan Sastra Indonesia memang cukup kompleks, tidak
hanya mengurusi masalah sastra melainkan juga harus paham masalah kebahasaan
semisal EYD, Sintaksis, dan Morfologi. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia perlu
memiliki keterampilan berbahasa yang meliputi membaca, menyimak, berbicara, dan
menulis. Akan terjadi permasalahan di sekolah, jika Guru Bahasa Indonesia yang mengajar
ternyata bukan Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jika diamati
saat ini lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia memang sudah banyak,
tetapi karena setiap manusia berbeda isi kepala maka berbeda pula keterampilan
yang dimiliki. Sehingga jarang ditemukan Guru Bahasa dan Sastra Indonesia yang
menguasai keterampilan berbahasa dan memahami sastra secara utuh.
Pemanfaatan
Multimedia dalam Pembelajaran Sastra
Seiring
dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi merupakan sebuah wahana yang
mesti dimanfaatkan. Adanya internet dapat dimanfaatkan guna memperoleh
teori-teori mengenai pembelajaran sastra. Dari internet semisal You Tube, kita dapat mendownload video
Rendra baca puisi untuk dijadikan sebagai media pembelajaran. Tulisan ini
berdasarkan riset penulis di kelas VIII MTs Al-Khairiyah Pipitan. Penulis
berusaha menggunakan media video untuk pembelajaran puisi di kelas. Ternyata ketika
dipraktikkan, pembelajaran ini sangat menarik. Siswa lebih tertarik untuk
menonton video dari pada membaca teks puisi Rendra. Video Rendra baca puisi ini
dapat menjadi stimulus bagi siswa untuk membaca teks aslinya. Jika di kelas
VIII pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menyajikan materi membaca puisi,
maka sebelumnya siswa diajak untuk menyaksikan Rendra membaca puisi. Pembacaan
puisi Rendra yang teatrikal ini tentu akan menyedot antusias siswa dalam
belajar. Dengan begini, siswa dapat menirukan gaya Rendra membaca puisi.
Walaupun tidak perlu juga sepenuhnya menjadi Rendra, namun siswa juga bisa membaca
puisi dengan gayanya masing-masing.
Dengan
menjadikan video Rendra baca puisi sebagai media pembelajaran banyak hal yang
dapat dicapai. Dalam pengembangannya, video ini juga dapat dijadikan bekal bagi
siswa untuk mengenal penyair Indonesia. Ditambah lagi apabila tersedia CD
Profil Sastrawan Indonesia, yang diproduksi oleh Yayasan Lontar. Deretan nama
sastrawan nasional yang ada di cover CD tersebut menjadi pilihan bagi yang
ingin menontonnya. Salah satunya adalah Rendra, media ini dapat memudahkan
siswa untuk memahami pembelajaran. Dalam video ini, siswa dapat menyerap hikmah
dari kehidupan Rendra. Siswa juga dapat mengetahui proses kreatif Rendra dalam
membuat puisi. Dengan demikian, pembelajaran sastra tidak monoton pada perihal membaca
yang dianggap membosankan bagi siswa.
Pemanfaatan
media pembelajaran yang berkaitan dengan teknologi mutakhir, tentu saja
terkendala pada fasilitas sekolah yang tersedia. Di sekolah-sekolah bertaraf
Internasional maupun Nasional tidak lagi menjadi masalah. Tinggal bagaimana
kreativitas guru dalam memanfaatkan media yang ada. Dalam pembelajaran
apresiasi puisi yang menggunakan media video Rendra baca puisi, guru cukup
menyiapkan in focus, laptop, dan speaker.
Dengan alat ini siswa sudah dapat menikmati pembelajaran sastra yang inovatif.
Di
sisi lain, alih wahana juga menjadi alternatif pembelajaran bagi siswa. Adanya
musikalisasi puisi Sapardi Djoko Damono yang diaransemen oleh Arya Dwi Payana
dapat pula menjadi media pembelajaran. Dengan musikalisasi puisi ini, siswa
tidak hanya diajak untuk membaca teks Sapardi, tetapi juga menyimak musikalisasi
puisi Sapardi. Jika Musikalisasi puisi dianggap kurang familiar di telinga
siswa. Maka kita coba mengurangi kesenjangan itu dengan cara mencari alternatif
lain semisal musik Bimbo yang selalu hadir menghiasi TV di moment Ramadhan,
atau Group Band Gigi yang dengan lagu Sajadah
Panjang yang pernah pula dinyanyikan
Bimbo. Lirik asli Sajadah Panjang ini merupakan puisi karya Taufiq
Ismail. Kita bisa mengaitkan alih wahana tersebut dan menghadirkannya pada
siswa.
Mengamati
perkembangan sastra multimedia, saya tertarik dengan pidato Faruk dalam
pengukuhannya sebagai Guru Besar UGM beberapa waktu lalu. Penelitian Faruk
berjudul Sastra dalam Masyarakat (Ter-)Multimedia(-kan): Implikasi Ontologis,
dan Edukasionalnya. Menurut Faruk, di
Indonesia terdapat banyak karya sastra yang dipublikasikan melalui internet dan
bahkan diciptakan desain yang memang khusus untuk internet, di antaranya yang
paling menonjol dan dapat dikatakan fenomenal adalah kelompok yang menamakan
dirinya sebagai Komunitas Sastra Indonesia (KSI) yang terkait dengan Yayasan
Multimedia Sastra. Mereka juga terlibat dalam usaha yang bisa dikatakan keras
untuk meyakinkan publik bahwa karya-karya sastra yang dipublikasikan di
internet, karya-karya sastra internet atau cyber adalah juga karya sastra dan
bahkan mempunyai kemungkinan untuk membentuk genre sastra tersendiri.
Berdasarkan
pernyataan Faruk di atas, berarti internet dapat dimanfaatkan untuk belajar
memahami sastra. Mulai tahun 2008, dalam rangka memeringati Bulan Bahasa Hima
Diksatrasia Untirta menggelar perhelatan lomba membaca cerpen pendek yang
bersumber dari buku Graffiti Imaji: Kumpulan
Cerita Pendek (2005). Buku ini seolah membuktikan bahwa sastra memang dapat
beralih-alih wahana sesuai dengan teori Sapardi Djoko Damono dalam Sastra Bandingan. Alih wahana ini dapat
menjadi alternatif pembelajaran yang inovatif bagi siswa. dari buku Graffiti
Imaji, atau langsung membacanya di internet akan membuat pembelajaran lebih
variatif.
Ditegaskan
lagi oleh Faruk bahwa sebagai produk dari
sensibilitas multimedia, karya sastra bukan lagi merupakan sebuah teks yang
tertutup, yang lengkap dalam dirinya, melainkan sebuah teks yang terbuka dan
yang membuka diri, yang ko-ekstensif dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya,
baik berupa citra-citra inderawi yang berbeda, dengan teks-teks lain,
genre-genre lain, wacana-wacana lain, maupun dengan dunia yang historis.
Dengan
demikian, berkembangnya teknologi membuka ruang bagi guru, siswa, dan sekolah
guna meningkatkan mutu pembelajaran. Masih menurut Faruk, dengan cara keberadaan yang demikian, ilmu sastra harus tertantang
untuk berusaha menemukan peralatan metodologis yang dapat menangkap dan
memahami proses, dinamika, perubahan, dan variasi, bukan sesuatu yang statis,
tetap, dan invarian. Jawaban atas tantangan ini mudah untuk dikatakan, tetapi
sulit untuk dilaksanakan. Kesulitan itu menjadi lebih besar mengingat ilmu
sastra sendiri selama ini lebih sibuk dengan diskusi dan eksplorasi teoritik
dari pada metodologis. Jarang sekali ada buku yang membicarakan persoalan
metode dalam penelitian sastra. Dalam google pun kecenderungan yang sama
terjadi.
Oleh karena itu, sebenarnya
pembelajaran sastra di sekolah dapat ditingkatkan. Sebelum memulai
pembelajaran, guru menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelaran (RPP) yang di dalamnya
terdapat penjelasan metode dan media pembelajaran yang digunakan. Apakah metode
pembelajaran itu inovatif? Apakah media pembelajaran yang digunakan variatif?
Pertanyaan ini menjadi tanggung jawab bersama bagi Guru Bahasa dan Sastra
Indonesia untuk merealisasikannya. Sekarang bergantung pada bagaimana sikap Guru
Bahasa dan Sastra Indonesia itu sendiri, mau memanfaatkannya atau masih
bertahan pada metode yang lama.
Nita
Nurhayati,
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia MTs Al-Khairiyah Pipitan, 02 April 2011
Terbit di Banten Raya Post pada Jumat, 08 April 2011
Komentar
Posting Komentar