Representasi Tubuh Perempuan dalam Sastra Klasik dan Modern



Representasi Tubuh Perempuan dalam Sastra Klasik dan Modern

Sastra klasik. Apakah yang dimaksud sastra klasik. Dari manakah kita dapat menggolongkan sastra klasik. Apakah Ramayana dan Mahabharata merupakan sastra klasik, atau Iliad dan Odissey, Kisah Seribu Satu Malam, Kitab Pentateuh, dan Perjalanan ke Barat merupakan sastra klasik. Dari sinilah kita perlu mengetahui apa itu sastra klasik.
Aristoteles dan Horace memberikan dasar klasik untuk pengembangan teori genre. Dari mereka kita mendapat penggolongan dua jenis utama sastra yaitu, tragedi dan epik (1993: 300). Salah satu karya sastra klasik berupa epik yang akan dibahas adalah Ramayana. Dalam kisah Ramayana yang diterjemahkan Sunardi DM terdapat bagian cerita tentang Sinta Membakar Diri. Bagian ini menggambarkan sebuah representasi tubuh perempuan (salah satu tokoh perempuan dalam Ramayana yaitu Sinta). Sinta harus membuktikan kesuciannya dengan membakar tubuhnya. Sinta melakukan itu untuk membuktikan bahwa tubuh perempuannya tak disentuh oleh Rahwana. Tubuh Sinta secara fisik tidak terbakar sehingga dapat dibuktikan bahwa Sinta merupakan perempuan suci. Pembuktian akan kesucian ini akhirnya diterima Rama, suaminya.  
Dalam hal ini tubuh Sinta secara fisik tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan kebenaran. Terjadinya derogasi tubuh. Derogasi diartikan sebagai penghilangan tubuh atau pengurangan nilai rasa terhadap tubuh. Jika ada derogasi tubuh, maka ada sisi yang diagungkan, yakni bahasa. Bahasa mengalami glorifikasi, pemuliaan bahasa, dan teks. Bahasa menjadi lebih agung dibandingkan tubuh dan dunia material. Wacana tubuh dalam sastra klasik seperti Ramayana seolah tak menemukan ruang untuk diekplorasi. Logos lebih berperan dalam hal ini.
Berbeda halnya dengan sastra modern, pembicaraan tentang tubuh mendapat ruang tersendiri. Salah satunya dalam cerpen Neclase yang diterjemahkan menjadi Harga Seuntai Kalung karya Maupassant. Wacana tubuh dalam sastra modern ini lebih verbal dibandingkan sastra klasik. Dalam cerpen Harga Seuntai Kalung, tubuh ragawi digambarkan sebagai tubuh secara fisik. Tubuh yang dibahas dalam cerpen ini adalah tubuh perempuan. Menurut Beauvoir (Prabasmoro, 2003: 145), perempuan bukanlah suatu fakta yang ajeg, melainkan lebih merupakan keadaan yang selalu berada dalam proses menjadi dan itu berarti kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki perempuan harus didefinisi (bahwa) tubuh bukanlah suatu benda, tubuh adalah situasi: tubuh adalah cengkeraman kita terhadap dunia dan sketsa rencana hidup kita.
Seperti halnya pendapat Beauvoir, tubuh dalam cerpen ini menjadi penggerak cerita. Tokoh utama perempuan bernama Mathilde memosisikan tubuhnya dalam sebuah situasi yang dia inginkan. Mathilde menyusun rencana hidup untuk bahagia dengan aset kecantikan tubuh yang dimilikinya. Tubuhlah yang menjadi fokus penceritaan tentang seorang tokoh perempuan yang menginginkan kecantikan fisik meski keadaan ekonomi tak mendukungnya. Seperti ada manipulasi pemikiran ketika perempuan yang menjadi tokoh dalam cerpen ini mengusahakan benda-benda materi yang tak dimilikinya untuk sekadar tampil cantik dan glamour di muka umum. Setiap perempuan memang selalu ingin terlihat cantik dan dikagumi, namun keberterimaan akan kesederhanaan itu yang tak dimiliki Mathilde (seorang ibu rumah tangga yang suaminya bekerja sebagia juru tulis). Penghasilan suaminya tak seberapa, namun Mathilde selalu ingin terlihat paling menawan di antara perempuan-perempuan lainnya. Pada suatu pesta, Mathilde menggunakan gaun terindah yang dimilikinya, di lehernya melingkar sebuah kalung pertama yang dipinjam dari tetangganya, Nyonya Forestier.
Mathilde meraih kemenangan besar ketika ia menjadi perempuan paling cantik dalam pesta, bahkan menteri pun berdansa dengannya. Namun, diakhir cerita kalung pinjaman itu hilang sehingga membuat suasana bahagia berakhir suram. Mathilde dan suaminya berusaha mencari kalung tersebut dan tak jua ditemukan. Dengan susah payah, pasangan suami istri ini bekerja keras untuk mengganti kalung yang hilang itu. Mathilde yang cantik kini berubah menjadi perempuan pekerja yang kuat, keras, dan kasar. Dengan rambut tak terurus rapi, rok miring, dan tangan merah. Kebahagiaan semu itu telah merenggut kecantikan alaminya. Sampai akhirnya cerita ditutup dengan sebuah kejutan bahwa kalung yang dipinjam itu adalah kalung imitasi, sementara suami istri itu telah berusaha keras untuk menggantinya. Dari cerita tersebut, tampak bahwa keagungan akan tubuh hanyalah hal semu yang membawa kesengsaraan.  
Jika kita lihat penggambaran tubuh dari sastra klasik yang dicontohkan, yaitu Ramayana, posisi tubuh seolah dijadikan sebagai alat untuk menyiarkan agama. Epos hadir menyuarakan kehidupan para dewa dengan sabda-sabdanya. Kebenaran mutlak ada di tangan para penguasa kesucian: dewa. Sedangkan dalam sastra modern yang dicontohkan, yaitu cerpen Harga Seuntai Kalung, wacana tubuh dihadirkan sebagai tubuh itu sendiri. Tubuh dengan perwujudannya dan tubuh sebagai yang utama dibandingkan jalan pikiran manusia.  
Tema-tema berkait langsung dengan kehidupan manusia merupakan wacana yang bercirikan humanisme. Semua kembali pada manusia. Dalam Wikipedia, humanisme adalah istilah umum untuk berbagai jalan pikiran yang berbeda yang memfokuskan diri ke jalan keluar umum dalam masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia. Humanisme memiliki pengertian: 1) Aliran yang bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik. 2) Paham yang menganggap manusia sebagai objek studi terpenting. 3) Aliran zaman Renaisans yang menjadikan sastra klasik (dalam bahasa Latin dan Yunani) sebagai dasar seluruh peradaban manusia. 4) Kemanusiaan. Dari definisi tersebut, sastra kontemporer merupakan sastra yang bercirikan humanisme.  
Demikian gambaran tentang tubuh dalam sastra klasik (Ramayana) dan sastra modern (Harga Seuntai Kalung). Tubuh dalam Ramayana direpresentasikan bukan sebagai tubuh ragawi, melainkan tubuh si pengarang, tubuh berlandaskan sabda Tuhan. Ruh para dewa yang hadir membawa ajaran agama pada manusia, sedangkan dalam Harga Seuntai  Kalung, representasi tubuh hadir secara eksplisit. Dapat terbaca secara verbal dan tubuh menjadi penggerak cerita.







Referensi
Maupasant. Harga Seuntai Kalung. Terjemahannya diunggah pada www.sastra dunia. Tanggal 15 April 2013 pukul 19.00 WIB.
Prabasmoro, Aquarini Priyatna. 2003. Representasi Seksualitas Perempuan dalam Tiga Novel Karya NH. Dini. Tesis UI.
Sunardi, D.M. 1991. Ramayana. Jakarta: Balai Pustaka.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan. (Terjemahan Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
http://id.wiktionary.org/wiki/humanisme diunggah pada 27 April 2013 pukul 14.15 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Humanisme diunggah pada 27 April 2013 pukul 15.00 WIB


 

Komentar